VIVA.co.id - Rumor
kemungkinan pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong-un berkunjung ke
Indonesia, saat peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) beredar
luas pada akhir Januari 2015 lalu di media Korea Selatan, Yonhap.
Seorang sumber dari pemerintah di Seoul, menyebut kemungkinan besar Jong-un akan hadir ke Bandung pada akhir April mendatang. Maka, publik pun dibuat gempar dengan pemberitaan itu.
Duta Besar RI untuk Korut, Bambang Hiendrasto, berpendapat, kecil kemungkinan peringatan itu akan dihadiri Jong-un langsung. Sebab, berdasarkan pengalaman peringatan 50 tahun KAA di Bandung, acara itu dihadiri oleh Presiden Presidium Majelis Tertinggi Rakyat, Kim Yong-nam.
"Saya telah menyampaikan undangan itu secara verbal, ketika menyerahkan surat kepercayaan pada 15 Januari lalu. Undangan resmi akan menyusul," ungkap Bambang yang ditemui VIVA.co.id di Pejambon, belum lama ini.
Diplomat yang baru bertugas selama 1,5 bulan itu mengaku terkejut dengan pembangunan fisik yang begitu masif di Pyongyang. Jalan-jalan di Pyongyang, ungkapnya, lebar dan tersedia lima lajur.
Bambang menyebut, kondisi jalan sudah mirip seperti yang dibangun di negara sekutunya, Tiongkok. Diplomat yang memasuki masa akhir tugasnya sebelum pensiun itu, terlihat masih menyesuaikan diri, setelah pada tahun lalu baru selesai bertugas di Vancouver sebagai Konsul Jenderal.
Kendati bertugas di negara yang tertutup, namun Bambang terlihat tenang. Dia, bahkan menyebut warga Korut sangat ramah. Sambutan hangat itu sudah diterimanya, begitu pertama kali tiba di Pyongyang.
"Di sini (Korut), Indonesia sangat dikenal, karena setiap tahun ada pameran bunga Kim Ilsungia," kata dia.
Bunga itu dinamakan secara khusus oleh Presiden Soekarno, ketika Il-sung berkunjung ke Jakarta pada tahun 1965 lalu. Dengan sejarah hubungan kedua negara yang kokoh, kendati Korut kini tengah dikenai sanksi oleh dunia internasional, kata Bambang, hubungan kedua negara diakui baik.
Namun, karena sanksi dan pemberitaan media barat yang cenderung negatif, membuat Bambang harus bekerja keras untuk meyakinkan pengusaha Indonesia, agar mau berekspansi ke Korut.
Lalu, apa saja langkah-langkah Bambang untuk mengirim beragam produk Indonesia hingga ke Pyongyang? Apakah dia pernah bertatap muka secara langsung dengan Jong-un?
Berikut wawancara lengkap VIVA.co.id dengan Bambang, usai menyelesaikan rapat koordinasi dengan para pimpinan Kemlu:
Bagaimana hubungan antara Indonesia dengan Korut saat ini?
Sebagai Duta Besar yang baru bertugas di Pyongyang, dari informasi yang saya peroleh dari Kementerian Luar Negeri RI dan KBRI di sana, hubungan RI dengan Korut secara umum baik. Hubungan yang terjalin sudah lama dan memiliki tradisi. Pendiri Korut, Kim Il-sung memang pernah berkunjung ke Indonesia tahun 1965. Tujuan Kim waktu itu untuk membalas kunjungan Presiden Soekarno.
Korut sebagai negara sahabat yang lama, memiliki perhatian yang bagus terhadap Indonesia. Hubungan RI-Korut tidak pernah on-off sejak tahun 1964 lalu. Tidak seperti perwakilan lain, yang pernah menutup Kedutaannya. Dubes RI selalu ada di sana, hingga saya yang menjabat sebagai Dubes ke-14 di Pyongyang.
Saya bisa buktikan, walau baru berada 1,5 bulan di Korut, sebelum berangkat ke sana, para pejabat senior di sini mengatakan, saat nanti saya akan berada di sana, akan disambut sepenuh hati.
Sambutan macam apa yang diberikan oleh Pemerintah Korut?
Bukan penyambutan yang meriah. Namun, cara penyambutannya tetap hangat. Sambutan hangat itu diberikan, ketika saya melakukan kunjungan kehormatan ke beberapa menteri.
Tetapi, ada aturan yang berlaku di sana dan berlaku bagi siapa pun, termasuk pejabat yang keluar dari Korut. Jika kembali masuk, harus menjalani 21 hari karantina Ebola, karena mereka sangat khawatir tertular penyakit itu. Ketika saya kembali ke sana, saya juga harus menjalani karantina itu lagi.
Tetapi kan di Indonesia tidak ada wabah Ebola, apakah tetap menjadi keharusan?
Iya, karena memang prosedur yang berlaku di sana seperti itu. Setelah menjalani 21 hari karantina, baru diatur penyerahan surat kepercayaan kepada Presiden Presidium Majelis Rakyat Tertinggi Korea Utara, Kim Yong-nam.
Saya menyerahkan surat kepercayaan tanggal 15 Januari 2015, setelah itu saya ingin melakukan kunjungan kehormatan. Tetapi, belum bisa, karena harus terbang ke Jakarta, untuk mengikuti rapat pimpinan dengan Kemlu RI.
Setiap kali bertemu dengan pejabat tinggi di sana, mereka kerap menyebut hubungan baik sejak pertemuan Presiden Soekarno dengan Kim Il-sung. Selalu seperti itu. Selain itu di sana, juga ada bunga Kim Ilsungia. Tahun ini merupakan 50 tahun kunjungan Presiden Kim Il-sung dan Kim Jong-il ke Jakarta. Rencananya akan dirayakan di Korut dan di Jakarta. Namun, bentuk perayaannya seperti apa tengah dibicarakan, entah dengan pembuatan prangko, masih belum diketahui.
Ini bukti, ketika peringatan 50 tahun hubungan kedua negara. [Kemudian Dubes Bambang menunjukkan dua prangko keluaran tahun 1995 dan 2005, bergambar Presiden Soekarno yang tengah menerima kunjungan Kim Il-sung ke Indonesia].
Dubes RI untuk Korea Utara, Bambang Hiendrasto, saat menunjukkan prangko persahabatan RI & Korut. Di prangko itu terlihat Presiden Soekarno tengah berbincang dengan Kim Il-sung. (Foto: VIVA.co.id/Muhammad Solihin)
Saya memang sengaja mencari prangko ini. Di sana kan, filateli memang banyak dan terdiri dari berbagai negara. Tetapi, sejauh ini yang saya temukan prangko asal Indonesia, hanya dua ini saja. Prangko tersebut dijual bebas di Korut.
Walaupun situasi di Semenanjung sempat memanas, namun hal itu tidak memengaruhi hubungan kedua negara?
Tahun 2014 memang sempat memanas, karena saat itu dilaporkan akan ada perang dan pejabat di KBRI sempat akan dievakuasi. Tetapi, pada akhirnya tidak jadi.
Fakta-fakta adanya persahabatan yang erat antara Soekarno dengan Kim Il-sung dan saling kunjung pejabat kedua negara, kian mempererat hubungan RI dengan Korut?
Betul, oleh sebab itu, saya berharap program-program kerja sama bisa berjalan. Tetapi, itu semua membutuhkan niat dari kedua pihak untuk memanfaatkan semua peluang yang ada. Setelah rapat kerja di Kemlu selesai, saya masih harus tetap berada di Jakarta, karena ada beberapa masalah yang tertunda, sebagai contoh di bidang perikanan, penanaman modal, dan obat-obatan tradisional. Dibutuhkan tindak lanjutnya.
Namun, itu semua membutuhkan dukungan berbagai pihak, mulai dari Pemerintah Korut dan pemangku kebijakan. Salah satunya, yang saya rasakan masih ada keraguan yang besar dari beberapa kalangan untuk bisa menembus pasar Korut. Kekhawatiran itu tidak hanya dirasakan oleh Indonesia saja, tetapi juga negara lain. Sebagian besar disebabkan, karena adanya sanksi dan embargo yang dijatuhkan ke Korut oleh PBB. Belum lagi kesulitan transaksi keuangan.
Kendati begitu, beberapa produk Indonesia juga ada yang tembus masuk ke Korut.
Produk apa saja asal Indonesia yang berhasil masuk ke Korut?
Produk yang tergolong kebutuhan sehari-hari. Mie instan, kecap, sabun, dan kopi. Cara produk itu bisa masuk, menurut keterangan beberapa teman, ketika ada pameran dagang yang kerap digelar pada bulan Mei dan September, para pengusaha bisa menitip untuk ikut dipajang. Kalau mereka suka maka produk tersebut akan langsung dicari, baik hingga ke negara asalnya langsung atau ke Tiongkok, sebagai negara tetangga terdekat.
Bisa diceritakan mengenai pameran dagang yang diselenggarakan dua kali dalam setahun itu?
Itu digelar di Pyongyang dan dihadiri oleh berbagai negara, tidak hanya negara tetangga saja. Salah satu negara peserta yang ikut berasal dari Kanada.
Dengan beragam kesulitan dan keterbatasan yang ada di Korut, mulai dari sanksi hingga transaksi keuangan, bagaimana Anda bisa menjalankan peran sebagai pemasar produk dan jasa Indonesia di sana?
Salah satunya dengan mengikuti pameran tadi. Pameran ini tidak hanya saya informasikan ke Kemlu, Kementerian Perdagangan, tetapi juga ke Kamar Dagang (Kadin) Indonesia.
Jika para pengusaha Indonesia masih ada yang enggan, saya menawarkan produk mereka boleh dikirim ke KBRI di Pyongyang. Produk mereka tersebut, nanti akan kami pamerkan dan bisa untuk dibeli.
Bagaimana cara mengubah perspektif para pengusaha Indonesia yang terlanjur negatif, agar bersedia berinvestasi ke Korut?
Selama berada di Jakarta, saya berniat untuk bertemu dengan Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan. Saya juga akan mengunjungi seorang rekan yang saya kenal di Vancouver, karena mereka memiliki daftar pengusaha. Saya meminta bantuan dari mereka dan Kemlu, jika memiliki rekan para pengusaha untuk bisa masuk ke sana.
Jika tidak, justru produk negara tetangga seperti Malaysia yang membanjiri Korut. Mereka gencar dalam memasarkan berbagai produknya, sehingga bisa tembus ke pasar Korut.
Sementara itu, ketersediaan produk-produk dari Indonesia tidak selalu ada. Contoh lain, produk Indonesia yang digandrungi publik Korut, yakni mie telor. Sayangnya, produk itu tidak selalu ada. Kalau pun, ada cepat hilang dari pasar.
Berapa jumlah warga negara Indonesia (WNI) yang berada di Pyongyang?
Tidak banyak, hanya sekitar 31 orang. Itu merupakan jumlah keluarga diplomat Indonesia dan WNI yang menjadi pasangan diplomat asing, serta bekerja untuk organisasi internasional.
Apakah Indonesia dikenal luas di Korut?
Iya, dikenal sekali. Mereka kenal Indonesia, salah satunya karena setiap tahun ada pameran bunga Kim Ilsungia. Namun, belum tentu publik luar mengenal Korut.
Apakah Anda sudah pernah bertatap muka secara langsung dengan pemimpin tertinggi Korut, Kim Jong-un?
Belum pernah. Kami hanya bisa bertemu di acara tertentu saja, misalkan seperti ada pertunjukkan musik. Saya tidak tahu, jika Dubes lain (bertemu). Secara umum, tidak ada yang pernah bertatap muka dengan Kim Jong-un.
Jadi, tidak pernah ada kebiasaan pemimpin tertinggi memanggil Dubes dari negara tertentu?
Sampai saat ini belum pernah ada.
Tahun 2014, Menteri Luar Negeri Korut, Ri Su-yong berkunjung ke Jakarta untuk menawarkan kerja sama di dua bidang, yakni teknologi dan obat-obatan tradisional. Teknologi macam apa yang mereka tawarkan dan bidang apa lagi yang terbuka lebar untuk dijadikan peluang kerja sama?
Saya belum sempat mengadakan pertemuan bilateral dengan Menlu Ri. Namun, kami sudah pernah bertemu, ketika digelar dengan beberapa Dubes lain di negara ASEAN. Insya Allah, pertemuan bilateral akan digelar, setelah saya kembali dari Jakarta.
Bidang obat-obatan sempat disinggung ketika mantan Menlu Marty Natalegawa berkunjung ke sana dan, saat Kim Yong-nam bertemu mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kami memang berniat untuk menjajaki. Ini merupakan salah satu isu yang tertunda.
Penyebab penundaan, bisa jadi diproes di sini, atau di sana. Sementara itu, untuk teknologi tentu teknologi yang terkait kerja sama di bidang itu.
Menteri Luar Negeri Korea Utara, Ri Su-yong ketika berkunjung ke Jakarta dan bertemu Presiden SBY di Istana Merdeka pada tahun 2014. (Foto: ANTARA)
Bagaimana dengan bidang antarwarga [people to people contact]?
Khusus di bidang ini, tidak hanya dengan Indonesia, tetapi dengan semua perwakilan di Pyongyang, berhasil menjalin hubungan antarwarga yang baik. Itu yang bisa dimanfaatkan secara optimal oleh Indonesia.
Setiap tahun di bulan April, Pemerintah Indonesia selalu mengirimkan misi kebudayaan untuk mengenang lahirnya Kim Il-sung dan pameran bunga Kim Ilsungia. Mereka pun berencana untuk mengirimkan misi budaya ke Indonesia, namun tidak bisa dalam jumlah besar karena keterbatasan biaya.
Selain itu, ada pengiriman tenaga pengajar, atau dosen ke Indonesia. Sebenarnya, semua itu sudah diatur dan memang akan kemari. Ini sebagai bagian dari upaya membuka diri.
Bahkan, dengan Universitas British Columbia, Kanada telah melakukan pertukaran ilmuwan dengan Korut. Para pengajar dari Universitas Kim Il-sung pernah menimba ilmu di Vancouver, Kanada.
[Note: pada tahun 2011 lalu, Universitas British Columbia menerima enam pengajar dari Universitas Kim Il-sung selama enam bulan. Ini merupakan bagian dari Program Kemitraan Pengetahuan].
Tahun 2013, juga pernah ada satu diplomat Korut yang mengikuti pendidikan di Kemlu RI.
Bagaimana dengan pariwisata? Apakah memungkinkan jika WNI untuk berwisata ke Korut?
Bisa saja. Ada biro tur yang bisa memasukkan WNI ke Korut dari Beijing, Tiongkok. Justru, minatnya malah tinggi.
Bagaimana rute penerbangan untuk bisa menjejakkan kaki di Korut?
Untuk bisa ke sana, hanya dapat ditempuh dengan menggunakan maskapai Air Koryo dari Beijing. Maskapai itu hanya tersedia seminggu tiga kali, yaitu hari Selasa, Kamis dan Sabtu. Ada satu maskapai lainnya, namun, hingga Maret nanti tutup, karena keterbatasan penumpang.
Awal April nanti, mereka akan kembali mengudara. Tapi untuk saat ini, satu-satunya maskapai yang bisa digunakan Air Koryo. Jadi, saya menempuh perjalanan dari Pyongyang ke Beijing dengan Koryo Air, lalu dari Beijing menggunakan Cathay Pacific ke Jakarta. Sebab itu, saat saya kembali ke Pyongyang harus menyesuaikan juga dengan ketersediaan maskapainya.
[Klik tautan ini untuk melihat interior maskapai Koryo Air]
Bagaimana cerita Anda, ketika baru tiba di Pyongyang?
Saat itu, suhu udara mencapai minus tujuh derajat. Bahkan, saya pikir bisa mencapai hingga suhu udara minus 18 derajat. Belum lagi, kalau ditambah faktor angin, maka bisa tambah dingin.
Bagaimana dengan pembangunan fisik di Korea Utara?
Banyak gedung-gedung baru yang dibangun di Korea Utara. Bahkan, sebentar lagi akan dibangun mal baru. Jalan-jalan di sana luas dan lebar. Satu jalur jalan bisa untuk lima lajur, sama seperti di Beijing. Saya berpikir kota di Pyongyang bagus dan bersih.
Bahan bangunan untuk pembangunan fisik, apakah semua datang dari Beijing?
Iya, dari sana. Baru tenaganya dari dalam Korut.
Bagaimana kehidupan warga Korut sehari-hari di sana?
Normal, sama seperti kehidupan warga di negara lainnya. Mereka berangkat bekerja, ada juga yang sekolah.
Jadi, tidak sedramatis seperti apa yang digambarkan media barat?
Selama ini, saya tidak melihat ada warga yang kelaparan, karena makanan selalu tersedia. Bahkan, saat melakukan kunjungan kehormatan ke beberapa pejabat, saya turut menanyakan mengenai hal itu. Mereka membantah dan menyatakan orang asing yang bermukim di sana tidak memiliki masalah.
Ada juga berarti warga Korut yang bertani?
Kemungkinan besar di luar Pyongyang, dan saya belum berkunjung ke sana. Untuk ke sana, harus diberi izin dulu. Yang saya tahu, jika ingin berkunjung agak jauh, harus didampingi warga lokal. Makanya, di KBRI, kami juga memiliki staf lokal dan penerjemah.
Menurut Anda, apakah ada kemajuan usai Korut dipimpin oleh Kim Jong-un?
Dari yang saya lihat dan pengakuan dari sesama teman diplomat menyebut, memang ada kemajuan dibandingkan pemimpin sebelumnya. Selain di bidang infrastruktur, yang nyata terlihat adalah pembangunan daerah khusus ekonomi di setiap provinsi dan mereka juga mengundang investasi asing.
Sudah mulai ada keterbukaan untuk mengundang, tinggal investornya saja. Selain investasi awal yang berasal dari Tiongkok, ada keinginan dari beberapa negara ASEAN untuk ikut berinvestasi. Bahkan, komunitas bisnis di Singapura ingin lebih erat lagi menjalin bisnis dengan Korut.
Sebab itu, di Korut ada supermarket. Namun, sesama rekan diplomat menyebut toko Singapura, karena banyak terdapat produk asal Negeri Singa di sana.
Tahun lalu, Kim Jong-un mengundang Presiden Joko Widodo untuk berkunjung ke Korut. Apakah undangan itu sudah disampaikan kepada Jokowi?
Belum. Tetapi, di saat beberapa Dubes negara Asia Tenggara seperti Malaysia, Vietnam, Kamboja, dan Laos bertemu dengan Menlu Korut, dia menyebut ingin mengundang Menlu Retno Marsudi. Tapi hingga saat ini, belum ada undangan secara formal yang disampaikan. Hanya mengatakan "saya mengundang".
Apakah betul, Kim Jong-un akan ke Indonesia untuk menghadiri peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA)?
Belum ada notifikasi resmi hingga saat ini. Dulu, saat peringatan 50 tahun yang hadir kan Kim Yong-nam. Justru beliaulah yang diundang.
Saat bertemu beliau pada Januari lalu, saya telah menyampaikan bahwa Indonesia akan menggelar peringatan 60 tahun KAA. Saya katakan, beliau pasti diundang, namun undangannya menyusul.
Saya memang mengetahui, itu kali pertama juga dari kantor berita Korea Selatan, Yonhap. Tetapi, kita tunggu saja.
Tapi sinyalemen, apakah Kim Yong-nam kemungkinan akan hadir belum ketahuan ya?
Belum. Nanti, pasti yang akan memberikan informasi adalah Kedutaan Korut di Jakarta, tetapi itu pun jika ada instruksi.
Respons Kim Yong-nam ketika diundang?
Beliau memang tidak langsung menjawab akan hadir. Namun, dia sempat menyinggung peran penting Indonesia sebagai tokoh penggerak Gerakan Non Blok (GNB). Dia juga mengungkit mengenai kedekatan Kim Il-sung dengan Soekarno.
Undangan untuk kepala negara pasti akan disampaikan melalui utusan khusus. Namun, saya tidak tahu siapa utusan khusus itu. Sementara itu, undangan untuk Menlu, saya yang akan membawa.
Presiden SBY ketika menyambut Presiden Presidium Majelis Tertinggi Rakyat, Kim Yong-nam ketika berkunjung ke Jakarta. (Foto: Reuters)
Dalam kunjungan Menlu Ri tahun lalu ke Jakarta, Beliau menyampaikan, agar Indonesia bisa menjadi penengah di konflik Semenanjung Korea. Apa saja kontribusi Indonesia untuk meredakan konflik tersebut?
Kebijakan itu, biasanya dibicarakan di tingkat pejabat tinggi, misalnya ketika Kim Yong nam bertemu mantan Presiden SBY di Jakarta, pasti dibicarakan mengenai upaya itu. Selain itu, ketika bertemu dengan Ketua MPR dan Pak Marty juga berdiskusi mengenai upaya itu.
Indonesia ada niat baik untuk menciptakan kondisi yang lebih kondusif di Semenanjung Korea.
Apakah Indonesia turut mendorong Korut untuk menahan diri, agar tidak melakukan tindakan provokatif?
Imbauan pasti disampaikan ke kedua pihak. Yang jelas, dalam pidato Kim Jong-un di awal tahun dan telah disampaikan oleh Menlu bahwa mereka benar-benar tulus untuk membuka dialog. Korsel pun juga mengatakan serupa.
Kedua Korea kan sudah terpisah lebih dari 60 tahun, sehingga memulai proses rekonsiliasi juga tidak mudah. Tetapi, landasan-landasan kan sudah ada. Sebab itu, Indonesia kembali menekankan kepada pernyataan bersama dua Korea di tahun 1972. Itu kan menjadi pegangan bagi Korut, dan yang penting harus tanpa intervensi asing untuk berdialog. Pemerintah Indonesia menghormati itu.
Pemerintah RI merespons positif kah, jika kedua Korea membahas mengenai unifikasi?
Indonesia menyerahkan kepada masing-masing pemerintah kedua Korea itu untuk menentukan.
Bagaimana pendekatan Indonesia terkait pelanggaran Hak Asasi Manusia di Korut, supaya ada perbaikan?
Kalau mengenai masalah itu bisa dilihat di forum multilateral, karena semula Indonesia sempat mendukung resolusi Dewan HAM PBB di tahun 2013, namun kemudian abstain di tahun 2014. Itu merupakan langkah maju dari Indonesia untuk meminta Korut lebih memperhatikan resolusi PBB.
Apa harapan Anda sebagai Dubes baru RI di Korut?
Saya kira, semua Dubes, atau Konsul Jenderal ketika bertugas, inginnya hubungan kedua negara menjadi lebih baik dan erat. Tentu, berbagai program bagus yang telah dijalankan oleh Dubes pendahulu saya, akan tetap dilanjutkan.
Ada program khusus dalam bentuk kongkret yang akan direalisasikan?
Dalam bidang ekspor dan diimpor, selama 2009 hingga 2012, yang bagus hanya di tahun 2012. Nominal perdagangan mencapai US$62 juta. Sebelumnya, nominal perdagangan hanya menyentuh angka bervariasi mulai dari US$15,5 juta, US$19 juta, US$38 juta, lalu menyentuh angka US$60 juta. Namun, sayangnya ketika berdagang dengan Korut, Indonesia mengalami defisit. Sebab, kita mengimpor bahan kimia khusus untuk campuran bahan bakar.
Saya menginginkan defisit itu berkurang, dengan lebih banyak memasukkan produk-produk Indonesia ke sana, karena mereka menyukai produk kita. Saya juga menginginkan ada perwakilan Korut yang hadir di acara Ekspo Perdagangan Indonesia (TEI).
Saya ingin memanfaatkan momentum penting 50 tahun kunjungan Kim Il-sung ke Indonesia dan pameran bunga Kim Ilsungia untuk meningkatkan hubungan kedua negara. Tetapi, tentu dengan dukungan dari berbagai pemangku kebijakan. (asp)
Seorang sumber dari pemerintah di Seoul, menyebut kemungkinan besar Jong-un akan hadir ke Bandung pada akhir April mendatang. Maka, publik pun dibuat gempar dengan pemberitaan itu.
Duta Besar RI untuk Korut, Bambang Hiendrasto, berpendapat, kecil kemungkinan peringatan itu akan dihadiri Jong-un langsung. Sebab, berdasarkan pengalaman peringatan 50 tahun KAA di Bandung, acara itu dihadiri oleh Presiden Presidium Majelis Tertinggi Rakyat, Kim Yong-nam.
"Saya telah menyampaikan undangan itu secara verbal, ketika menyerahkan surat kepercayaan pada 15 Januari lalu. Undangan resmi akan menyusul," ungkap Bambang yang ditemui VIVA.co.id di Pejambon, belum lama ini.
Diplomat yang baru bertugas selama 1,5 bulan itu mengaku terkejut dengan pembangunan fisik yang begitu masif di Pyongyang. Jalan-jalan di Pyongyang, ungkapnya, lebar dan tersedia lima lajur.
Bambang menyebut, kondisi jalan sudah mirip seperti yang dibangun di negara sekutunya, Tiongkok. Diplomat yang memasuki masa akhir tugasnya sebelum pensiun itu, terlihat masih menyesuaikan diri, setelah pada tahun lalu baru selesai bertugas di Vancouver sebagai Konsul Jenderal.
Kendati bertugas di negara yang tertutup, namun Bambang terlihat tenang. Dia, bahkan menyebut warga Korut sangat ramah. Sambutan hangat itu sudah diterimanya, begitu pertama kali tiba di Pyongyang.
"Di sini (Korut), Indonesia sangat dikenal, karena setiap tahun ada pameran bunga Kim Ilsungia," kata dia.
Bunga itu dinamakan secara khusus oleh Presiden Soekarno, ketika Il-sung berkunjung ke Jakarta pada tahun 1965 lalu. Dengan sejarah hubungan kedua negara yang kokoh, kendati Korut kini tengah dikenai sanksi oleh dunia internasional, kata Bambang, hubungan kedua negara diakui baik.
Namun, karena sanksi dan pemberitaan media barat yang cenderung negatif, membuat Bambang harus bekerja keras untuk meyakinkan pengusaha Indonesia, agar mau berekspansi ke Korut.
Lalu, apa saja langkah-langkah Bambang untuk mengirim beragam produk Indonesia hingga ke Pyongyang? Apakah dia pernah bertatap muka secara langsung dengan Jong-un?
Berikut wawancara lengkap VIVA.co.id dengan Bambang, usai menyelesaikan rapat koordinasi dengan para pimpinan Kemlu:
Bagaimana hubungan antara Indonesia dengan Korut saat ini?
Sebagai Duta Besar yang baru bertugas di Pyongyang, dari informasi yang saya peroleh dari Kementerian Luar Negeri RI dan KBRI di sana, hubungan RI dengan Korut secara umum baik. Hubungan yang terjalin sudah lama dan memiliki tradisi. Pendiri Korut, Kim Il-sung memang pernah berkunjung ke Indonesia tahun 1965. Tujuan Kim waktu itu untuk membalas kunjungan Presiden Soekarno.
Korut sebagai negara sahabat yang lama, memiliki perhatian yang bagus terhadap Indonesia. Hubungan RI-Korut tidak pernah on-off sejak tahun 1964 lalu. Tidak seperti perwakilan lain, yang pernah menutup Kedutaannya. Dubes RI selalu ada di sana, hingga saya yang menjabat sebagai Dubes ke-14 di Pyongyang.
Saya bisa buktikan, walau baru berada 1,5 bulan di Korut, sebelum berangkat ke sana, para pejabat senior di sini mengatakan, saat nanti saya akan berada di sana, akan disambut sepenuh hati.
Sambutan macam apa yang diberikan oleh Pemerintah Korut?
Bukan penyambutan yang meriah. Namun, cara penyambutannya tetap hangat. Sambutan hangat itu diberikan, ketika saya melakukan kunjungan kehormatan ke beberapa menteri.
Tetapi, ada aturan yang berlaku di sana dan berlaku bagi siapa pun, termasuk pejabat yang keluar dari Korut. Jika kembali masuk, harus menjalani 21 hari karantina Ebola, karena mereka sangat khawatir tertular penyakit itu. Ketika saya kembali ke sana, saya juga harus menjalani karantina itu lagi.
Tetapi kan di Indonesia tidak ada wabah Ebola, apakah tetap menjadi keharusan?
Iya, karena memang prosedur yang berlaku di sana seperti itu. Setelah menjalani 21 hari karantina, baru diatur penyerahan surat kepercayaan kepada Presiden Presidium Majelis Rakyat Tertinggi Korea Utara, Kim Yong-nam.
Saya menyerahkan surat kepercayaan tanggal 15 Januari 2015, setelah itu saya ingin melakukan kunjungan kehormatan. Tetapi, belum bisa, karena harus terbang ke Jakarta, untuk mengikuti rapat pimpinan dengan Kemlu RI.
Setiap kali bertemu dengan pejabat tinggi di sana, mereka kerap menyebut hubungan baik sejak pertemuan Presiden Soekarno dengan Kim Il-sung. Selalu seperti itu. Selain itu di sana, juga ada bunga Kim Ilsungia. Tahun ini merupakan 50 tahun kunjungan Presiden Kim Il-sung dan Kim Jong-il ke Jakarta. Rencananya akan dirayakan di Korut dan di Jakarta. Namun, bentuk perayaannya seperti apa tengah dibicarakan, entah dengan pembuatan prangko, masih belum diketahui.
Ini bukti, ketika peringatan 50 tahun hubungan kedua negara. [Kemudian Dubes Bambang menunjukkan dua prangko keluaran tahun 1995 dan 2005, bergambar Presiden Soekarno yang tengah menerima kunjungan Kim Il-sung ke Indonesia].
Dubes RI untuk Korea Utara, Bambang Hiendrasto, saat menunjukkan prangko persahabatan RI & Korut. Di prangko itu terlihat Presiden Soekarno tengah berbincang dengan Kim Il-sung. (Foto: VIVA.co.id/Muhammad Solihin)
Saya memang sengaja mencari prangko ini. Di sana kan, filateli memang banyak dan terdiri dari berbagai negara. Tetapi, sejauh ini yang saya temukan prangko asal Indonesia, hanya dua ini saja. Prangko tersebut dijual bebas di Korut.
Walaupun situasi di Semenanjung sempat memanas, namun hal itu tidak memengaruhi hubungan kedua negara?
Tahun 2014 memang sempat memanas, karena saat itu dilaporkan akan ada perang dan pejabat di KBRI sempat akan dievakuasi. Tetapi, pada akhirnya tidak jadi.
Fakta-fakta adanya persahabatan yang erat antara Soekarno dengan Kim Il-sung dan saling kunjung pejabat kedua negara, kian mempererat hubungan RI dengan Korut?
Betul, oleh sebab itu, saya berharap program-program kerja sama bisa berjalan. Tetapi, itu semua membutuhkan niat dari kedua pihak untuk memanfaatkan semua peluang yang ada. Setelah rapat kerja di Kemlu selesai, saya masih harus tetap berada di Jakarta, karena ada beberapa masalah yang tertunda, sebagai contoh di bidang perikanan, penanaman modal, dan obat-obatan tradisional. Dibutuhkan tindak lanjutnya.
Namun, itu semua membutuhkan dukungan berbagai pihak, mulai dari Pemerintah Korut dan pemangku kebijakan. Salah satunya, yang saya rasakan masih ada keraguan yang besar dari beberapa kalangan untuk bisa menembus pasar Korut. Kekhawatiran itu tidak hanya dirasakan oleh Indonesia saja, tetapi juga negara lain. Sebagian besar disebabkan, karena adanya sanksi dan embargo yang dijatuhkan ke Korut oleh PBB. Belum lagi kesulitan transaksi keuangan.
Kendati begitu, beberapa produk Indonesia juga ada yang tembus masuk ke Korut.
Produk apa saja asal Indonesia yang berhasil masuk ke Korut?
Produk yang tergolong kebutuhan sehari-hari. Mie instan, kecap, sabun, dan kopi. Cara produk itu bisa masuk, menurut keterangan beberapa teman, ketika ada pameran dagang yang kerap digelar pada bulan Mei dan September, para pengusaha bisa menitip untuk ikut dipajang. Kalau mereka suka maka produk tersebut akan langsung dicari, baik hingga ke negara asalnya langsung atau ke Tiongkok, sebagai negara tetangga terdekat.
Bisa diceritakan mengenai pameran dagang yang diselenggarakan dua kali dalam setahun itu?
Itu digelar di Pyongyang dan dihadiri oleh berbagai negara, tidak hanya negara tetangga saja. Salah satu negara peserta yang ikut berasal dari Kanada.
Dengan beragam kesulitan dan keterbatasan yang ada di Korut, mulai dari sanksi hingga transaksi keuangan, bagaimana Anda bisa menjalankan peran sebagai pemasar produk dan jasa Indonesia di sana?
Salah satunya dengan mengikuti pameran tadi. Pameran ini tidak hanya saya informasikan ke Kemlu, Kementerian Perdagangan, tetapi juga ke Kamar Dagang (Kadin) Indonesia.
Jika para pengusaha Indonesia masih ada yang enggan, saya menawarkan produk mereka boleh dikirim ke KBRI di Pyongyang. Produk mereka tersebut, nanti akan kami pamerkan dan bisa untuk dibeli.
Bagaimana cara mengubah perspektif para pengusaha Indonesia yang terlanjur negatif, agar bersedia berinvestasi ke Korut?
Selama berada di Jakarta, saya berniat untuk bertemu dengan Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan. Saya juga akan mengunjungi seorang rekan yang saya kenal di Vancouver, karena mereka memiliki daftar pengusaha. Saya meminta bantuan dari mereka dan Kemlu, jika memiliki rekan para pengusaha untuk bisa masuk ke sana.
Jika tidak, justru produk negara tetangga seperti Malaysia yang membanjiri Korut. Mereka gencar dalam memasarkan berbagai produknya, sehingga bisa tembus ke pasar Korut.
Sementara itu, ketersediaan produk-produk dari Indonesia tidak selalu ada. Contoh lain, produk Indonesia yang digandrungi publik Korut, yakni mie telor. Sayangnya, produk itu tidak selalu ada. Kalau pun, ada cepat hilang dari pasar.
Berapa jumlah warga negara Indonesia (WNI) yang berada di Pyongyang?
Tidak banyak, hanya sekitar 31 orang. Itu merupakan jumlah keluarga diplomat Indonesia dan WNI yang menjadi pasangan diplomat asing, serta bekerja untuk organisasi internasional.
Apakah Indonesia dikenal luas di Korut?
Iya, dikenal sekali. Mereka kenal Indonesia, salah satunya karena setiap tahun ada pameran bunga Kim Ilsungia. Namun, belum tentu publik luar mengenal Korut.
Apakah Anda sudah pernah bertatap muka secara langsung dengan pemimpin tertinggi Korut, Kim Jong-un?
Belum pernah. Kami hanya bisa bertemu di acara tertentu saja, misalkan seperti ada pertunjukkan musik. Saya tidak tahu, jika Dubes lain (bertemu). Secara umum, tidak ada yang pernah bertatap muka dengan Kim Jong-un.
Jadi, tidak pernah ada kebiasaan pemimpin tertinggi memanggil Dubes dari negara tertentu?
Sampai saat ini belum pernah ada.
Tahun 2014, Menteri Luar Negeri Korut, Ri Su-yong berkunjung ke Jakarta untuk menawarkan kerja sama di dua bidang, yakni teknologi dan obat-obatan tradisional. Teknologi macam apa yang mereka tawarkan dan bidang apa lagi yang terbuka lebar untuk dijadikan peluang kerja sama?
Saya belum sempat mengadakan pertemuan bilateral dengan Menlu Ri. Namun, kami sudah pernah bertemu, ketika digelar dengan beberapa Dubes lain di negara ASEAN. Insya Allah, pertemuan bilateral akan digelar, setelah saya kembali dari Jakarta.
Bidang obat-obatan sempat disinggung ketika mantan Menlu Marty Natalegawa berkunjung ke sana dan, saat Kim Yong-nam bertemu mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kami memang berniat untuk menjajaki. Ini merupakan salah satu isu yang tertunda.
Penyebab penundaan, bisa jadi diproes di sini, atau di sana. Sementara itu, untuk teknologi tentu teknologi yang terkait kerja sama di bidang itu.
Menteri Luar Negeri Korea Utara, Ri Su-yong ketika berkunjung ke Jakarta dan bertemu Presiden SBY di Istana Merdeka pada tahun 2014. (Foto: ANTARA)
Bagaimana dengan bidang antarwarga [people to people contact]?
Khusus di bidang ini, tidak hanya dengan Indonesia, tetapi dengan semua perwakilan di Pyongyang, berhasil menjalin hubungan antarwarga yang baik. Itu yang bisa dimanfaatkan secara optimal oleh Indonesia.
Setiap tahun di bulan April, Pemerintah Indonesia selalu mengirimkan misi kebudayaan untuk mengenang lahirnya Kim Il-sung dan pameran bunga Kim Ilsungia. Mereka pun berencana untuk mengirimkan misi budaya ke Indonesia, namun tidak bisa dalam jumlah besar karena keterbatasan biaya.
Selain itu, ada pengiriman tenaga pengajar, atau dosen ke Indonesia. Sebenarnya, semua itu sudah diatur dan memang akan kemari. Ini sebagai bagian dari upaya membuka diri.
Bahkan, dengan Universitas British Columbia, Kanada telah melakukan pertukaran ilmuwan dengan Korut. Para pengajar dari Universitas Kim Il-sung pernah menimba ilmu di Vancouver, Kanada.
[Note: pada tahun 2011 lalu, Universitas British Columbia menerima enam pengajar dari Universitas Kim Il-sung selama enam bulan. Ini merupakan bagian dari Program Kemitraan Pengetahuan].
Tahun 2013, juga pernah ada satu diplomat Korut yang mengikuti pendidikan di Kemlu RI.
Bagaimana dengan pariwisata? Apakah memungkinkan jika WNI untuk berwisata ke Korut?
Bisa saja. Ada biro tur yang bisa memasukkan WNI ke Korut dari Beijing, Tiongkok. Justru, minatnya malah tinggi.
Bagaimana rute penerbangan untuk bisa menjejakkan kaki di Korut?
Untuk bisa ke sana, hanya dapat ditempuh dengan menggunakan maskapai Air Koryo dari Beijing. Maskapai itu hanya tersedia seminggu tiga kali, yaitu hari Selasa, Kamis dan Sabtu. Ada satu maskapai lainnya, namun, hingga Maret nanti tutup, karena keterbatasan penumpang.
Awal April nanti, mereka akan kembali mengudara. Tapi untuk saat ini, satu-satunya maskapai yang bisa digunakan Air Koryo. Jadi, saya menempuh perjalanan dari Pyongyang ke Beijing dengan Koryo Air, lalu dari Beijing menggunakan Cathay Pacific ke Jakarta. Sebab itu, saat saya kembali ke Pyongyang harus menyesuaikan juga dengan ketersediaan maskapainya.
[Klik tautan ini untuk melihat interior maskapai Koryo Air]
Bagaimana cerita Anda, ketika baru tiba di Pyongyang?
Saat itu, suhu udara mencapai minus tujuh derajat. Bahkan, saya pikir bisa mencapai hingga suhu udara minus 18 derajat. Belum lagi, kalau ditambah faktor angin, maka bisa tambah dingin.
Bagaimana dengan pembangunan fisik di Korea Utara?
Banyak gedung-gedung baru yang dibangun di Korea Utara. Bahkan, sebentar lagi akan dibangun mal baru. Jalan-jalan di sana luas dan lebar. Satu jalur jalan bisa untuk lima lajur, sama seperti di Beijing. Saya berpikir kota di Pyongyang bagus dan bersih.
Bahan bangunan untuk pembangunan fisik, apakah semua datang dari Beijing?
Iya, dari sana. Baru tenaganya dari dalam Korut.
Bagaimana kehidupan warga Korut sehari-hari di sana?
Normal, sama seperti kehidupan warga di negara lainnya. Mereka berangkat bekerja, ada juga yang sekolah.
Jadi, tidak sedramatis seperti apa yang digambarkan media barat?
Selama ini, saya tidak melihat ada warga yang kelaparan, karena makanan selalu tersedia. Bahkan, saat melakukan kunjungan kehormatan ke beberapa pejabat, saya turut menanyakan mengenai hal itu. Mereka membantah dan menyatakan orang asing yang bermukim di sana tidak memiliki masalah.
Ada juga berarti warga Korut yang bertani?
Kemungkinan besar di luar Pyongyang, dan saya belum berkunjung ke sana. Untuk ke sana, harus diberi izin dulu. Yang saya tahu, jika ingin berkunjung agak jauh, harus didampingi warga lokal. Makanya, di KBRI, kami juga memiliki staf lokal dan penerjemah.
Menurut Anda, apakah ada kemajuan usai Korut dipimpin oleh Kim Jong-un?
Dari yang saya lihat dan pengakuan dari sesama teman diplomat menyebut, memang ada kemajuan dibandingkan pemimpin sebelumnya. Selain di bidang infrastruktur, yang nyata terlihat adalah pembangunan daerah khusus ekonomi di setiap provinsi dan mereka juga mengundang investasi asing.
Sudah mulai ada keterbukaan untuk mengundang, tinggal investornya saja. Selain investasi awal yang berasal dari Tiongkok, ada keinginan dari beberapa negara ASEAN untuk ikut berinvestasi. Bahkan, komunitas bisnis di Singapura ingin lebih erat lagi menjalin bisnis dengan Korut.
Sebab itu, di Korut ada supermarket. Namun, sesama rekan diplomat menyebut toko Singapura, karena banyak terdapat produk asal Negeri Singa di sana.
Tahun lalu, Kim Jong-un mengundang Presiden Joko Widodo untuk berkunjung ke Korut. Apakah undangan itu sudah disampaikan kepada Jokowi?
Belum. Tetapi, di saat beberapa Dubes negara Asia Tenggara seperti Malaysia, Vietnam, Kamboja, dan Laos bertemu dengan Menlu Korut, dia menyebut ingin mengundang Menlu Retno Marsudi. Tapi hingga saat ini, belum ada undangan secara formal yang disampaikan. Hanya mengatakan "saya mengundang".
Apakah betul, Kim Jong-un akan ke Indonesia untuk menghadiri peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA)?
Belum ada notifikasi resmi hingga saat ini. Dulu, saat peringatan 50 tahun yang hadir kan Kim Yong-nam. Justru beliaulah yang diundang.
Saat bertemu beliau pada Januari lalu, saya telah menyampaikan bahwa Indonesia akan menggelar peringatan 60 tahun KAA. Saya katakan, beliau pasti diundang, namun undangannya menyusul.
Saya memang mengetahui, itu kali pertama juga dari kantor berita Korea Selatan, Yonhap. Tetapi, kita tunggu saja.
Tapi sinyalemen, apakah Kim Yong-nam kemungkinan akan hadir belum ketahuan ya?
Belum. Nanti, pasti yang akan memberikan informasi adalah Kedutaan Korut di Jakarta, tetapi itu pun jika ada instruksi.
Respons Kim Yong-nam ketika diundang?
Beliau memang tidak langsung menjawab akan hadir. Namun, dia sempat menyinggung peran penting Indonesia sebagai tokoh penggerak Gerakan Non Blok (GNB). Dia juga mengungkit mengenai kedekatan Kim Il-sung dengan Soekarno.
Undangan untuk kepala negara pasti akan disampaikan melalui utusan khusus. Namun, saya tidak tahu siapa utusan khusus itu. Sementara itu, undangan untuk Menlu, saya yang akan membawa.
Presiden SBY ketika menyambut Presiden Presidium Majelis Tertinggi Rakyat, Kim Yong-nam ketika berkunjung ke Jakarta. (Foto: Reuters)
Dalam kunjungan Menlu Ri tahun lalu ke Jakarta, Beliau menyampaikan, agar Indonesia bisa menjadi penengah di konflik Semenanjung Korea. Apa saja kontribusi Indonesia untuk meredakan konflik tersebut?
Kebijakan itu, biasanya dibicarakan di tingkat pejabat tinggi, misalnya ketika Kim Yong nam bertemu mantan Presiden SBY di Jakarta, pasti dibicarakan mengenai upaya itu. Selain itu, ketika bertemu dengan Ketua MPR dan Pak Marty juga berdiskusi mengenai upaya itu.
Indonesia ada niat baik untuk menciptakan kondisi yang lebih kondusif di Semenanjung Korea.
Apakah Indonesia turut mendorong Korut untuk menahan diri, agar tidak melakukan tindakan provokatif?
Imbauan pasti disampaikan ke kedua pihak. Yang jelas, dalam pidato Kim Jong-un di awal tahun dan telah disampaikan oleh Menlu bahwa mereka benar-benar tulus untuk membuka dialog. Korsel pun juga mengatakan serupa.
Kedua Korea kan sudah terpisah lebih dari 60 tahun, sehingga memulai proses rekonsiliasi juga tidak mudah. Tetapi, landasan-landasan kan sudah ada. Sebab itu, Indonesia kembali menekankan kepada pernyataan bersama dua Korea di tahun 1972. Itu kan menjadi pegangan bagi Korut, dan yang penting harus tanpa intervensi asing untuk berdialog. Pemerintah Indonesia menghormati itu.
Pemerintah RI merespons positif kah, jika kedua Korea membahas mengenai unifikasi?
Indonesia menyerahkan kepada masing-masing pemerintah kedua Korea itu untuk menentukan.
Bagaimana pendekatan Indonesia terkait pelanggaran Hak Asasi Manusia di Korut, supaya ada perbaikan?
Kalau mengenai masalah itu bisa dilihat di forum multilateral, karena semula Indonesia sempat mendukung resolusi Dewan HAM PBB di tahun 2013, namun kemudian abstain di tahun 2014. Itu merupakan langkah maju dari Indonesia untuk meminta Korut lebih memperhatikan resolusi PBB.
Apa harapan Anda sebagai Dubes baru RI di Korut?
Saya kira, semua Dubes, atau Konsul Jenderal ketika bertugas, inginnya hubungan kedua negara menjadi lebih baik dan erat. Tentu, berbagai program bagus yang telah dijalankan oleh Dubes pendahulu saya, akan tetap dilanjutkan.
Ada program khusus dalam bentuk kongkret yang akan direalisasikan?
Dalam bidang ekspor dan diimpor, selama 2009 hingga 2012, yang bagus hanya di tahun 2012. Nominal perdagangan mencapai US$62 juta. Sebelumnya, nominal perdagangan hanya menyentuh angka bervariasi mulai dari US$15,5 juta, US$19 juta, US$38 juta, lalu menyentuh angka US$60 juta. Namun, sayangnya ketika berdagang dengan Korut, Indonesia mengalami defisit. Sebab, kita mengimpor bahan kimia khusus untuk campuran bahan bakar.
Saya menginginkan defisit itu berkurang, dengan lebih banyak memasukkan produk-produk Indonesia ke sana, karena mereka menyukai produk kita. Saya juga menginginkan ada perwakilan Korut yang hadir di acara Ekspo Perdagangan Indonesia (TEI).
Saya ingin memanfaatkan momentum penting 50 tahun kunjungan Kim Il-sung ke Indonesia dan pameran bunga Kim Ilsungia untuk meningkatkan hubungan kedua negara. Tetapi, tentu dengan dukungan dari berbagai pemangku kebijakan. (asp)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar